Selasa, 05 Januari 2010

humor gus dur

Di dunia ini ternyata ada empat hal yang tidak bisa diduga: lahir, kawin,
meninggal, dan ... Gus Dur!


Guyonan itu, rupanya, tidak berlebihan. Meski sudah banyak yang meramalkan
bahwa penampilan Gus Dur di depan DPR Kamis lalu bakal ramai, toh tidak ada
yang menyangka bahwa sampai seramai itu. Kalau bukan kiai, mana berani
menjadikan pidato Ketua DPR Akbar Tandjung sebagai sasaran humor? Akbar
sejak dulu memang selalu memulai pidato dengan memanjatkan syukur. Maka, Gus
Dur pun melucu, yang membuat semua anggota DPR tertawa: syukur memang perlu
dipanjatkan karena Syukur tidak bisa memanjat

Begitu menariknya, karuan saja pidato presiden kini banyak ditunggu penonton
televisi. Padahal, dulu-dulu kalau presiden pidato di TV banyak yang
mematikan TV-nya. Begitu tidak menariknya pidato presiden di masa Orde Baru
sampai-sampai pernah para anggota DPRD diwajibkan mendengarkannya. Itu pun
harus diawasi agar mereka sungguh-sungguh seperti mendengarkan. Untuk itu,
perlu diadakan sidang pleno DPRD dengan acara khusus nonton televisi.***

Mungkin Gus Dur tidak menyangka bahwa suatu saat dirinya jadi presiden.
Maka, di masa lalu banyak sekali presiden di dunia ini yang jadi sasaran
humornya. Misalnya saat tampil bersama humorolog Jaya Suprana di TPI tahun
lalu. Gus Dur menceritakan, Hosni Mubarak, presiden Mesir, sangat marah
karena seorang rakyatnya membuat 39 humor yang menyakitkan hati Mubarak.
"Saya ini presiden, saya bisa hukum kamu, apakah kamu tidak takut?" bentak
Mubarak. Apa jawab si pembuat humor? "Mohon ampun paduka. Humor ke-40 itu
bukan kami yang membuat!"

Saat itu Gus Dur juga menghumorkan Pak Harto yang sangat ditakuti, tapi
sebenarnya juga dibenci rakyat banyak. Suatu kali Pak Harto terhanyut di
sungai dan hampir meninggal. Seorang petani menolongnya dengan ikhlas. Si
petani tidak tahu siapa sebenarnya yang dia tolong itu. "Saya ini
presiden. Presiden Soeharto. Kamu telah menyelamatkan saya. Imbalan apa yang
kamu minta?" kata Soeharto. "Pak, saya hanya minta satu," jawab si petani.
"Jangan beri tahu siapa pun bahwa saya yang menolong Bapak." Presiden
Habibie yang doyan bicara itu juga dijadikan sasaran humor Gus
Dur. Suatu saat Gus Dur yang terkenal gampang tertidur (tapi selalu bisa
mengikuti apa yang dibicarakan orang selama dia tidur) menghadap Habibie.
Sang presiden bicara ke sana kemari tidak henti-hentinya. Apa komentar Gus
Dur? "Saya sih cuek saja. Biar dia bicara terus. Toh saya tidur," katanya.

***
Sikap cuek memang ciri khas Gus Dur. Namun bukan berarti mengabaikan. Dia
memang ngotot tetap keliling negara-negara ASEAN meski banyak tokoh
memintanya pulang (karena Aceh gawat). Bahkan, dia juga tetap ke AS dan
Jepang. Dan, sebentar lagi ke negara-negara Timur Tengah.

Apakah Gus Dur cuek sungguhan? Saya kira tidak. Gus Dur tentu tahu bahwa
salah satu syarat berdirinya sebuah negara adalah adanya pengakuan negara
lain. Sepanjang tidak ada negara lain yang mengakui, maka berdirinya sebuah
negara dianggap tidak sah. Nah, Gus Dur bisa sekalian keliling ke
negara-negara itu untuk merayu mereka agar jangan memberikan pengakuan dulu
kepada Aceh atau bagian mana pun dari Indonesia. Kalau seluruh negara ASEAN
tidak memberikan pengakuan, kalau AS dan Jepang tidak memberikan pengakuan,
kalau negara-negara Timteng bersikap sama dan demikian juga negara-negara
lain, maka kemerdekaan Aceh belum akan terjadi. Ini berarti Gus Dur masih
punya waktu untuk negosiasi dengan Aceh. Selama kurun waktu yang pendek itu,
Gus Dur bisa menuntaskan seluruh persoalan yang selama ini menyebabkan
rakyat Aceh marah. Ini berbeda dengan soal Timtim yang memang tidak diakui
dunia internasional sebagai bagian Indonesia.

***
Gus Dur memang kelihatan cuek, namun sebenarnya serius. Gus Dur juga
kelihatan sering mbanyol, namun juga serius. Sikap cuek itu bukan saja
tertuju kepada orang lain, tetapi juga kepada dirinya sendiri.

Suatu saat saya menjenguk Gus Dur yang diopname karena stroke di RSCM
Jakarta. Saat itu saya memang presiden direktur PT Nusumma dan Gus Dur
presiden komisarisnya. Saya lihat Gus Dur berbaring miring karena memang
belum boleh duduk. Setelah menyalaminya, saya mengucapkan permintaan maaf
karena baru hari itu bisa menjenguk. "Saya sakit gigi berat, Gus," ujar
saya.
Tanpa saya duga, Gus Dur ternyata men-cuekin keadaan kesehatannya. Dia
langsung memberi saya teka-teki yang ternyata humor segar. "Sampeyan tahu
nggak, apa yang menyebabkan sakit gigi?" tanyanya. "Tidak, Gus," jawab saya.

"Penyebab sakit gigi itu sama dengan penyebab orang hamil dan sama juga
dengan penyebab mengapa rumput sempat tumbuh tinggi," katanya. Saya masih
melongo. Gus Dur menjawab sendiri teka-tekinya. "Yaitu sama-sama terlambat
dicabut," ujarnya. Saya langsung tertawa.

Di saat yang lain pesawat yang akan ditumpangi Gus Dur ke Semarang batal
berangkat. Padahal, dia sudah lama menunggu. Gus Dur biasa sekali antre
tiket sendiri. Meski ada hambatan pada penglihatan, Gus Dur sudah sangat
hafal liku-liku bandara. Saking seringnya bepergian.
Saat itu di Jateng lagi getol-getolnya kuningisasi. Apa saja, mulai bangunan
sampai pohon-pohon, dicat kuning atas instruksi Gubernur Jateng Suwardi.
Maksudnya agar rakyat semakin mencintai Golkar. Maka, ketika para penumpang
lain marah-marah, Gus Dur cuek saja.
"Sampeyan tahu nggak mengapa pesawat ini batal berangkat ke Semarang?"
tanyanya. Lalu, dia menjawab sendiri pertanyaannya: "Pilotnya takut,
kalau-kalau begitu pesawatnya mendarat langsung dicat kuning," katanya.
Humor ini kemudian menjadi sangat populer.

***
Begitulah. Hampir tidak pernah pertemuan saya dengan Gus Dur tanpa diselipi
humor. Sasaran humornya bisa dirinya sendiri, bisa NU yang dia pimpin, bisa
juga para kiai sendiri.

Pernah Gus Dur punya humor begini: seorang kiai datang mengeluh kepadanya
karena satu di antara empat anaknya masuk Kristen. Sang kiai mengeluh,
kurang berbuat apa sampai terjadi demikian. Padahal, dia tidak
kurang-kurangnya berdoa kepada Tuhan agar tidak ada anaknya yang masuk
Kristen. "Sampeyan jangan mengeluh kepada Tuhan. Nanti Tuhan akan bilang,
saya saja punya anak satu-satunya masuk Kristen!"

***

Kita memang sedang melihat sosok presiden yang amat berbeda. Ketika dia
salah ucap di depan DPR dengan mengatakan "tentang pembubaran DPR ... eh,
Deppen dan Depsos..." dengan entengnya Gus Dur menertawakan dirinya sendiri
sebagai penutup kesalahan ucap itu. "Yah, beginilah kalau presidennya batuk
dan Wapresnya flu!"

Sama juga ketika dia tampil di forum internasional di Bali. Dengan
entengnya, Gus Dur mengejek dirinya sendiri dengan bahasa Inggris yang
sangat baik bagaimana sebuah negara yang presidennya buta dan Wapresnya
bisu.

***
Dari semua tokoh yang berkomentar terhadap laku Gus Dur seperti itu, adik
kandungnyalah yang bisa memberikan gambaran tepat. "Gus Dur itu seperti
sopir yang kalau belok tidak memberi richting dan kalau ngerem selalu
mendadak," ujar Salahuddin Wahid, sang adik.

Tapi, bisakah Gus Dur mengerem Aceh? Gus Dur tentu sudah mendengar Aceh itu
ibarat kelapa. Seperti yang disampaikan seorang tokoh Aceh di TV. Rakyat
adalah airnya, ulama adalah dagingnya, mahasiswa adalah batoknya, dan GAM
adalah sabutnya.

Tokoh tersebut berpendapat ulamalah yang harus dijaga. Sebagai ulama, tentu
Gus Dur lebih tahu bagaimana caranya. Gus Dur punya humor bagaimana harus
merangkul ulama. Suatu saat rombongan
ulama naik bus. Ada seorang ulama yang membuka jendela sehingga tangan si
ulama keluar dari bus. Ini tentu bahaya dan melanggar peraturan "dilarang
mengeluarkan anggota badan". "Jangan sekali-kali menegurnya dengan alasan
membahayakan tangan si ulama," ujar Gus Dur. Lalu bagaimana? "Bilang saja
begini: Mohon tangan Bapak jangan keluar dari jendela karena tiang-tiang
listriknya nanti bisa bengkok!".

***

Lalu, bagaimana sebaiknya sikap DPR setelah dijadikan sasaran humor Gus Dur
sebagai taman kanak-kanak itu? Sebaiknya dicuekin saja. Kalau DPR ribut
terus bisa-bisa Gus Dur malah dapat bahan humor baru. Misalnya dengan
mengatakan bahwa DPR ternyata malah seperti play group!
Bahkan, tidak mustahil kalau Gus Dur justru berkata begini: Kok sampeyan
yang tersinggung. Mestinya kan taman kanak-kanaknya!

di sadur dari Dahlan Iskan


Blogger Templates by Isnaini Dot Com and Construction. Powered by Blogger